Sunday, November 5, 2017

Putri Padjadjaran 2013

Beberapa hari lalu kepikiran untuk "berbagi" pengalaman dan cerita seru, unik, plus menggelitik dari beberapa ajang atau kompetisi besar yang pernah gue ikutin. Bukan buat sombong, bukan. Pure ingin berbagi karena berbagi itu seru. Basically karena memang gue seneng cerita aja sih. Ya semoga aja apa yang gue bagi bisa bermanfaat buat orang lain. Kan lumayan, jadi pahala juga buat gue.

And let's get started!

PUTRI PADJADJARAN 2013
Putra Putri Padjadjaran bisa dibilang menjadi titik balik semua rutinitas gue. Ga pernah ngebayangin, mahasiswa yang waktunya lebih banyak dihabisin buat latihan dance ini bakal ikutan ajang duta kampus ketika baru kurang lebih satu tahun berhijab. And that was the first time for me to joined some kind of beauty pageant. How come?

Jadi, ajang Putra Putri Padjadjaran ini memang udah pernah diadain di tahun sebelumnya. PPP (singkatan Putra Putri Padjadjaran) merupakan salah satu acara dari rangkaian kegiatan besar tahunan Unpad, yaitu FORSI. Sama kayak cabang seni atau olahraga lainnya, setiap fakultas diminta untuk mengirim satu pasang perwakilannya. Sahabat gue, Yolanda, jadi perwakilan putri fakultas psikologi di tahun 2012. Di tahun 2013, salah satu anggota departemen MIBA BEM Fapsi tiba-tiba dateng ke gue dan minta gue ngewakilin Fapsi buat ikutan PPP 2013. Gue lupa waktu itu apakah ada seleksi dulu di intern fakultas apa engga, yang jelas waktu itu akhirnya gue setuju ngewakilin fakultas dan dipasangkan dengan sahabat gue, Ingga.

Jujur, semuanya modal nekat. Sama sekali ga ada bekal pengalaman apa-apa. Beda sama Ingga, Ingga ini udah pernah ikut Mojang Jajaka Cimahi untuk kategori remaja (waktu SMA). At least, dia punya pengalaman di bidang serupa. Tapi berkat dorongan (diartikan sebagai dorongan secara harfiah) dari temen-temen, rekan-rekan BEM, dan pacar (waktu itu pacar, sekarang udah jadi suami orang), ya akhirnya gue maju.

Dimulailah berbagai kegiatan karantina. Disini gue kenal sama banyak temen-temen baru dari semua fakultas. Mulai nggak pede karena pelan-pelan tau kalo banyak banget finalis yang udah punya pengalaman di Mojang Jajaka, atau setidaknya keliatan lebih siap lah daripada gue. Tiap minggu ketemu sama mereka. Jalanin pelatihan public speaking, catwalk, dan makeup sampe kurang lebih 1 bulan bikin kita jadi akrab, banget. Mulai berasa kekeluargaannya. Mulai dari finalis yang visi misi ikutan PPPnya emang "duta" banget, sampe finalis yang "duh! ngapain sih gue ikutan ini?". Mulai dari finalis yang hobinya nyinyir sana-sini sampe finalis yang "ngomongin apa sih? aku ga ngerti".

But, mostly. Karantina PPP plus finalis PPP ini seru banget. Gue dapat banyak banget pengetahuan baru soal public speaking dari Dj Arie. Ngerti juga gimana cara moles muka pake makeup. Mohon maaf, tahun 2013 makeup belum hitz di kalangan mahasiswa shay. Taunya cuma pake bedak sama lip tint doang. Gue juga jadi tau gimana caranya catwalk pake payung (do you guys rememeber that? 😃😃) dan TAU GIMANA CARA NGELIPET BLAZER pas lagi catwalk (modal buat gue ngajar sebagai coach modeling di masa ini hehe).

Di PPP ini juga gue dapet kepercayaan dari temen-temen buat jadi ketua angkatan. Entah dasar apa. Dan entah atas motivasi apa saya mau jadi ketua angkatan. Tapi akhirnya malah bersyukur sih. Karena jadi ketua angkatan bisa bikin gue gampang deket sama mereka. Selain itu, pengalaman di "kenalin" di hadapan beribu mahasiswa Unpad saat opening Forsi juga jadi pengalaman yang ga bisa dilupain. Malu shaaay 🙂. Plus diajak keliling Unpad pake odong-odong disaat mahasiswa lain harus jalan kaki pas pawai Forsi.

Semasa karantina, masing-masing finalis diminta melakukan photoshoot yang fotonya nanti akan di vote untuk memilih finalis favorit. Gue sama Ingga kebagian tema fairytale yang bikin kita harus foto sore menjelang magrib di Kiara Payung 🙂. Jelaslah bukan kita finalis favoritnya karena ada Maudina yang super efortless beauty dari FKG dan Ari yang banyak fansnya dari fakultas Pertanian.

Tibalah saat babak semifinal. Kaget juga karena ternyata antusiasme mahasiswa Unpad buat dukung finalis dari fakultasnya gede banget! Disini semua peserta wajib melakukan presentasi mengenai tema satu Unpad, unjuk bakat, dan fashion show. Disini juga adalah momen pertama gue unjuk bakat dance dengan tampilan berhijab. Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Bahkan setelah selesai, salah satu juri nyamperin gue terus bilang "public speaking kamu bagus banget". Dari situ gue langsung ke-pede-an kalo emang gue punya skill di public speaking. Akhirnya nama gue dan Ingga dipanggil sebagai peserta yang lolos ke babak final, beserta dengan 4 pasang finalis lainnya.

Final akan diadakan minggu depan. Setiap finalis diminta untuk menggunakan kebaya. Jujur waktu itu gue bingung karena ga punya referensi kebaya yang bagus untuk kompetisi seperti ini. Gue juga ga punya banyak waktu buat nyari kebaya kesana-kemari. Sampe akhirnya gue nemu kebaya yang berhasil gue sewa dari salah satu sanggar kebaya di daerah Ujung Berung. Bermodal pinjem motor sahabat lobang idung gue, Sali. Gue ngider dari Jatinangor-Ujung Berung buat cari kebaya.

Seminggu kemudian, babak final tiba. Gue harus tampil di hari yang sama dengan acara puncak Forsi. Artinya, gue harus perform diatas panggung besar dan di hadapan beribu mahasiswa Unpad!!! Ini pengalaman pertama, guys. Apa rasanya? Keringet dingin! Babak final lebih simple dari babak semifinal. Gue dan finalis lain cuma diminta fashion show dan jawab pertanyaan. Tapi di depan orang banyak dan di panggung sebesar itu? Haduuuh. But, yang gue suka disini adalah semua finalis diminta hadir dan melakukan fashion show. Emang sih nggak semuanya banget finalis dateng, tapi moment kumpul lagi bareng mereka yang bikin malam final jadi makin seru. Ditambah ngerasa makin banyak suntikan dukungan dari finali lainnya.

Beberapa menit sebelum naik panggung. Dua juri sempet nyamperin kita dan minta kita ngenalin diri masing-masing. INI ADALAH AWAL PERTEMUAN GUE SAMA MAS NURSASONGKO (yang namanya pasti bakal gue sebut di cerita selanjutnya). Waktu itu gue ga ngerti kenapa juri minta kita ngenalin diri, toh mereka kan udah megang CV kita? Tapi lately gue tau, kalo itu salah satu cara juri untuk mempertimbangkan siapa yang kira-kira "cocok" jadi pemenang.
That's why, there's always a reasons beside the crowning moment of beauty pageant
FUN FACT saat malam final adalah... GUE MASUK ANGIN coy! Dan sempet minta tim medik mijetin gue di backstage. Acara semifinal yang padat dan bikin tenaga abis plus persiapan final yang cuma seminggu, bikin badan gue makin renta. Ditambah terpaan angin nan hebat di lapangan GOR JATI Unpad. Mana tahaaan.

Seperti yang sudah gue duga, kebaya temen-temen finalis lain, jauuuh lebih bagus dari punya gue. Tapi ya udahlah, gue juga ga punya pilihan lain. FUN FACT kedua, gue yang udah kayak pasangan hidup mati sama Ingga selalu ngelakuin ritual berdoa bareng berdua sebelum mulai acara. Ritual itu yang sempet mengundang sirik pasangan finalis lain.

Setelah berbagai rangkaian malam final, tibalah pengumuman pemenang. Jujur, sama sekali nggak ngarep dan nggak pede juga buat menang. Kenapa? Karena gue ngerasa finalis lain lebih cantik dan lebih "duta" daripada gue. Tapi ternyata rejekinya lain, Alhamdulillah gue kepilih sebagai Putri Padjadjaran 2013. Nggak nyangka! Seriusan, nggak bohong. Semua perjuangan terbayar sudah. Gue dipasangkan dengan Jaya, Putra dari Fikom, yang dari awal semua orang juga tau dia yang bakal menang haha.

Dari situ, mulai deh masuk-masuk artikel Unpad. Diundang di acara rektorat. Diundang ngisi acara di radio Unpad. Bahkan, gue dan Jaya sempet diminta nemenin Wakil Rektor dan Humas Unpad untuk melakukan audiensi bareng Bupati Sumedang. Finalis lain? Makin kompak cuy. Kumpul bareng, berisik di grup, dan ikut terlibat juga dalam berbagai kegiatan di Unpad. Jadi kalo ada yang mikir gue, Jaya, dan temen-temen PPP lain cuma gabut doang abis pemilihan, salah besar! At least, gue ngerasa berkat PPP gue bisa berkontribusi buat Unpad.

Satu tahun berpasangan sama Jaya merupakan pengalaman yang seru banget. Jaya ini udah kayak adek gue (iyalah orang gue lebih tua). And how proud i am to see where's he standing now. Bakat anchornya udah kecium dari jaman kuliah. Sampe sekarang dia beneran jadi news anchor dan sering jadi MC di berbagai acara besar di Unpad. Termasuk saat Presiden Jokowi dateng ke acara Dies Natalis Unpad ke-60 di tahun 2017 ini. Jaya ini cekatan banget dan sosok yang manly abis. Selalu bantuin gue tanpa diminta. Kalo gue pake heels selalu siaga megangin gue biar ga keserimpet. Pasanganku juaraaa!

Nama "Putri Padjadjaran 2013" juga yang ngebuat gue berkesempatan menambah berbagai pengalaman di bidang public speaking, manner, dan beauty pageant. Gue jadi sering diminta sebagai pembicara, pemateri, moderator, atau juri. Awalnya diminta jadi pembicara atau pemateri jujur nggak pede, takut salah. Kalo salah nanti malah bikin orang jadi nggak percaya sama gue. So, what did i do? Gue ngobrol sama dosen di fapsi. Minta saran dan semacam expert review dari materi atau bahasan yang mau gue bawain. Setelah oke menurut mereka, gue eksekusi deh.

Gimana caranya bisa pede ngomong sebagai pemateri? Hmm.. ya cobain aja. Pertama, kuasain materinya dulu. Perbanyak latihan. Terus tampil deh. Lama-lama juga terbiasa. Ingat kan? Bisa karena terbiasa itu benar adanya.

So, 1 tahun menjabat sebagai Putri Padjadjaran 2013 adalah pengalaman yang luaaar biasa. Selain nambah ilmu, pastinya nambah temen juga, yang Alhamdulillah relasinya masih kejaga sampe sekarang. And the lesson to learned is...

Bilang iya ketika kesempatan itu datang. Karena lo nggak akan pernah tahu seberapa banyak yang bisa lo dapetin hanya karena lo bilang "YA!"
And there is always a "FIRST TIME" to everyone who wants to get a new journey. The key is... just let yourself in.
Love,
Indah SJ
Putri Padjadjaran 2013 

Tuesday, October 17, 2017

Air Tumpah

“Ta, ada yang mau aku omongin sama kamu.”
“Ngomong apa, Sak?” Tanya gadis manis berkulit putih, bernama Dita yang sudah tiga bulan terakhir ini menjadi warna dalam hidupku.
“Di depan ya…”
Aku berjalan mendahului Dita, berharap ia mengikutiku menjauhi kerumunan teman-teman sepermainan kami yang memang sedang asyik mengobrol di salah satu meja café sambil menunggu pesanan mereka masing-masing.
Benar saja, tidak butuh waktu lama bagiku untuk melihat sosok Dita ada dihadapanku.
“Ada apa sih, Sak? Kok kayaknya serius banget?”
“Hmm…Hehe…” Aku hanya bisa mengeluarkan nyengir khasku. Membuat mataku yang agak sipit menjadi semakin sulit terlihat.
“Apaan? Malah nyengir.”
“Aku mau, kamu jadi pacar aku…”
Dita diam. Akupun terdiam. Ia melihat wajahku dengan wajahnya yang tampak mulai memerah. Pipinya merona dan gerak badannya mulai tak beraturan. Ketidakteraturan yang sama juga tampak pada tubuhku.
“Hmm…”
“Bentar! Jangan dulu dijawab!”
Aku mengambil satu gelas berisikan air yang sejak tadi kusimpan di bawah. Gelas itu hanya gelas bekas air mineral dan airnya pun hanya air yang mengalir dari keran wastafle café.
“Buat apa, Sak?”
“Kalo kamu nerima aku, ambil gelas ini dan tumpahin airnya ke kepala aku, biar aku tahu kalo aku nggak mimpi. Tapi kalo kamu nolak aku, ambil gelas ini dan buang airnya kemanapun, jangan ke kepala aku, biar aku tetep ada dalam mimpi.”
Kami lagi-lagi terdiam. Diam kali ini tanpa diiringi oleh gerakan tak beraturan seperti sebelumnya. Saat ini, justru irama napaskulah yang masuk dan keluar tak beraturan.
Cukup lama aku menunggu keputusan apa yang akan diambil oleh Dita. Sampai akhirnya ia mulai mengayunkan tangan kanannya dan mengambil gelas yang kugenggam dengan ragu.
“Ini bukan soal aku akan menumpahkan airnya ke kepala kamu atau nggak, Sak.”
“Hmm?”
“Aku ingin kamu tetep bangun dari mimpi, tapi tanpa perlu aku tumpahin air ini ke kepala kamu.”
“…”
“Aku akan buang air ini, aku nggak akan numpahin ke kepala kamu. Tapi aku ingin kamu bangun, kamu sadar, dan kamu mengerti, kalau aku nggak bisa nerima kamu…”


-Dia yang tak pernah punya kesempatan untuk mendapatkan pujaan hatinya-

PILAR

Namaku Evelin. Aku gadis berumur 17 tahun yang tampak sama dengan gadis lainnya. Teman-temanku bilang, aku ini cerewet, cengeng, dan suka mengeluh. Ya, memang benar rasanya. Kalau tidak berbicara, kerjaanku yang lain adalah menangis, atau kalau tidak menangis, ya kerjaanku yang lain adalah mengeluh. Tapi memang itulah aku. Mereka mengenal sifatku itu telah menyatu dengan namaku, bahkan menyatu dengan kulitku.
Tidak ada yang aneh denganku. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku adalah gadis berumur 17 tahun yang tampak sama dengan gadis lainnya. Eits, ada kata “tampak” disitu. Sebenarnya ada satu hal yang membedakan aku dengan gadis seumuranku lainnya. Aku adalah Evelin, gadis berkerudung yang berpacaran dengan lelaki yang menjalankan ibadahnya di Gereja.
Hubunganku dengan Moan, kekasihku, memang terbilang sensasional dan fenomenal. Bagaimana tidak? Kami adalah pasangan kekasih beda agama, terlebih jilbab selalu membalut kepalaku kemanapun aku pergi.
Sudah hampir satu tahun aku menjalin hubungan dengannya. Semuanya baik-baik saja. Kami selalu pulang sekolah bersama, istirahat bersama, dan pergi bersama. Tak pernah ada satupun masalah berarti dalam hubungan kami. Kami jarang bertengkar dan jarang meributkan hal yang tidak penting. Bagiku, Moan adalah malaikat. Ia selalu ada di setiap saat aku bahagia, sedih, tertawa, dan terjatuh. Suaranya yang merdu membuat aku selalu merindukan kehadirannya. Semua terasa indah bagiku dan Moan.
Keluargaku sangat terbuka menerima Moan sebagai kekasihku. Mereka tidak mempermasalahkan perbedaan agama diantara kami. Tentu saja, namaku yang agak kebarat-baratan memang pemberian dari Ayahku yang beragama Kristen, sementara Ibuku beragama Islam. Jadi, perbedaan agama dalam sebuah hubungan bukanlah suatu masalah bagi keluargaku.
Hari ini Moan berniat mengajakku untuk datang ke rumahnya, menemui keluarganya. Memang, sejak hari pertama berpacaran dengannya, aku belum mengenal satupun keluarganya. Datang ke rumah Moan dan bertemu keluarganya membuat perasaanku cemas tak karuan. Jantungku berdebar tak tentu. Rasanya sangat menegangkan, jauh lebih menegangkan daripada menaiki roller coster sampai berpuluh-puluh putaran.
Aku menjaga sebaik mungkin perilaku dan sikapku di hadapan keluarga Moan. Sebisa mungkin tak ada sedikitpun noda yang kuciptakan. Benar saja, aku bisa menghela napas lega setelah pulang dari rumah Moan. Semuanya lancar, pertemuanku dengan keluarga Moan lancar. Tidak ada yang aneh. Keluarga itu tidak terlihat membenciku, tapi tidak terlihat menyukaiku juga. Artinya, sikap mereka biasa-biasa saja, normal-normal saja.
Aku membuka jilbabku lalu menenggelamkan badanku ke kasur. Lelah sekali rasanya, tapi sangat menyenangkan. Akhirnya aku bisa mengenal keluarga Moan dan semua akan semakin baik-baik saja.
Baru sejenak rasanya aku meregangkan setiap otot yang melilit tubuhku, handphoneku berdering tanda ada pesan masuk. Itu pasti Moan. Tapi untuk apa Moan mengirimkan sms? Harusnya tidak secepat ini ia sampai kembali ke rumahnya.
Kuambil handphoneku dari dalam tas dan melihat dua belas digit nomor yang tak kukenal. Kubuka pesan itu dan perlahan kubaca.
“Selamat malam, ini dengan Evelin kan? Saya kakaknya Moan. Dengan segala hormat, tolong Anda jauhi adik saya. Saya rasa Anda sudah tahu dengan jelas apa alasannya. Keluarga kami tidak bisa menerima Anda. Moan masih mempunyai masa depan yang jauh lebih baik jika tanpa Anda. Saya mohon pengertian Anda. Terima kasih, selamat malam.”
Aku diam. Badanku bergetar. Air mata perlahan jatuh membasahi pipiku. Napasku mulai sesak dan tak karuan. Aku menatap jilbab yang baru kutanggalkan dari kepalaku. Tangisku semakin menjadi. Apa yang salah denganku sebagai Islam? Apa yang salah dengan Moan sebagai Kristen? Apa yang salah dengan hubungan kami? Apa sebegitu kejamnya perbedaan sampai tidak bisa menyatukan kami? Apa yang salah dengan cinta kami, Tuhan?




-Untukmu, sahabatku yang mencintainya sangat dalam-

Saturday, April 2, 2016

Quarter Life Crisis

Sekitar 3 tahun yang lalu, gue lupa tepatnya kapan, seorang teman dekat yang berusia 5 tahun lebih tua dari gue bilang sama gue "Gue lagi ngalamin quarter life crisis nih, ndah!". Actually dulu gue ga tau sama sekali apaan itu quarter life crisis, dan itu adalah kali pertama gue mendengar kalimat yang kayak judul buku itu. Akhirnya gue googling lah. ternyata google emang moyangnya kamus yaa... semua penjelasan tentang quarter life crisis ada disitu. Setelah temen gue itu curhat panjang lebar disertai dengan kata-kata "gue tuh gini, tapi gue tau sih kenapa gue gini, cuma gue tuh bingung aja". Bingung ga lo jadi gue? Alhasil, gue cuma dengerin dia sambil bilang "ya lo sabar aja kalo gitu" --> pernyataan ini sama sekali ga nyambung sama cerita panjang lebar si temen gue itu.

Setelah gue hampir melupakan kalimat dan topik tentang quarter life crisis, beberapa hari lalu gue tiba-tiba aja keinget lagi. YA! Gue ngerti sekarang apa itu quarter life crisis! *definisinya bisa lo liat lebih lengkap di google*. I understand coz i feel it! Pernah ga sih lo ngerasa lo ada di titik lo ga tau mau ngapain, it means lo ga tau apakah setiap keputusan yang lo ambil udah bener atau belum, apakah keputusan yang lo ambil itu bakal bikin masa depan lo jadi lebih baik, atau pertanyaan-pertanyaan tentang buat apa sih lo ngelakuin satu hal. YAP! Gue lagi ada di titik itu. Belakangan gue bingung sama diri gue sendiri. Tentang passion gue, tentang pendidikan gue, dan tentang masa depan gue. Beberapa kali gue ngerasa ga mampu, self-esteem gue jatuh banget. But sometimes gue ngerasa mampu banget, hebat banget, pinter banget. Gue banyak berpikir tentang:

"Ngapain sih gue kuliah S2?""Kenapa sih gue mesti ngambil psikologi?""Kenapa gue ga kerja aja ya?""Eh tapi, emangnya kerja lebih enak ya?""Ya Allah kasih saya rejeki lewat photo shoot dan makeup artist dong, saya ga punya uang!""Ya Allah pengen nikah ajaaa :(""Deuh punya pacar kerjaannya main DOTA mulu, kapan lulus kuliahnya? Kapan nikahin guenya?""Kenapa sih susah banget nyuruh dia (read: pacar) solat?!"

See? Banyak banget hal yang gue pertanyakan dan khawatirkan.  Permasalahannya adalah gue nanya itu semua sama diri gue sendiri, artinya ya cuma gue yang bisa jawab. Tapi sebelum gue jawab, sebenernya itu bukan pertanyaan yang perlu. Mungkin hal itu muncul karena rasa khawatir gue. That's why gue ngerasa ini yang namanya quarter life crisis. Krisis seperempat kehidupan, seharfiah itu.

Tahun ini umur gue memasuki angka 24, yang hampir mendekati 1/4 kehidupan (kalo diitung hidup gue 100 tahun). Dan seinget gue dari google juga, krisis ini memang terjadi di usia sekitar 24 atau 25 (dan sekitarnya). Katanya, hal ini adalah hal yang biasa terjadi sama siapa aja, dan setiap orang punya tahapan dan kekhawatiran yang berbeda. Gue ga tau sih endingnya bakal gimana. Apakah akhirnya semua pertanyaan gue bakal gue jawab atau semua kekhawatiran itu bakal ilang gitu aja seiring waktu.

Well, buat lo yang sama-sama sedang merasakan hal kayak gue gini... saran gue... apa ya? *mikir*. Yaaah... nikmatin ajalah, hikmahnya mungkin disini lo diajarin untuk bisa lebih berserah dan pasrah sama Tuhan. Harus lebih banyak berdoa dan beribadah biar hati lo tenang. Dan intinya! Jangan pernah nyesel sama keputusan yang udah lo ambil. Setiap keputusan ada konsekuensinya dan bertanggungjawablah untuk menerimanya *self talk sih haha*.

HAPPY QUARTER LIFE CRISIS!

Wednesday, January 13, 2016

God, I have a Question...

“Selamat Natal…”
Aku mengucap dengan tulus. Tanpa aku tahu, apa sebenarnya arti Natal untukmu. Yang aku tahu, aku hanya harus turut berbahagia di hari bahagiamu.
Kamu menunduk. Mengambil lilin mungil berwarna merah dari tanganku. kulihat dengan jelas gerak bibirmu, meski aku tidak tahu apa ucapanmu. Mungkin kamu sedang berdoa, mungkin.
Kamu tampan. Aku tetap bisa mengagumi bentuk wajahmu yang begitu keras di bawah temaramnya cahaya malam ini. Aku rasa sinar dari Pohon Natal besar ini yang membuatmu tetap terlihat tampan.
“Kamu berdoa apa?”
“Ada deeeh…nanti kalo aku kasih tau, malah nggak terkabul…”
“Kalo gitu, kamu punya hadiah apa buat aku?”
“Loh, kok nanya hadiah? Hadiah buat aku dulu mana?”
Aku tersenyum manja. Aku tidak punya hadiah apa-apa selain lilin kecil yang masih menyala itu. Aku bingung harus memberikan apa untukmu. Sepasang kaos kaki? Satu untukmu dan satu untukku? Ah…geli. Atau…boneka santa? Ah…pasti kamu akan menertawakanku dan bertanya “Ngapain sih ngasih ini?”
Kamu mengelus rambutku sambil tersenyum. Lilin kecil yang masih kamu genggam itu sudah mulai mengecil dan perlahan kamu tiup apinya. Kamu gantungkan lilin itu diantara dedaunan pohon Natal. Sungguh, sayang, itu sama sekali tidak cantik.
Kamu rengkuh kedua tanganku. Kamu genggam erat tangan mungil yang dingin ini. Hangat.
“Emangnya kamu mau hadiah apa?”
Aku tertawa. Kulepas genggaman tanganmu tanpa sengaja. Kututup mulutku yang sudah menganga terlalu lebar.
“Aku bukan mau hadiah kok… Aku cuma mau kamu ngelakuin satu hal buat aku…”
Kamu diam. Menatapku tajam sambil mengerutkan dahimu. Aku tahu, saat ini kamu pasti berpikir bahwa aku memang perempuan yang banyak maunya.
“Aneh-aneh aja, mau apa siiih?”
Aku aneh? Haha…tapi kamu selalu menerimaku dengan keanehan ini. Kamu malah terus meladeni setiap celotehan dan kelakuanku yang kadang tidak jauh beda dengan anak umur sepuluh tahun.
“Aku mau kamu bertanya…”
“Nanya apa?”
“Bukan ‘apa’, tapi 'siapa’?”
“Hmmm?”
Haha…maaf ya. Kamu pasti semakin bingung. Tingkah lakuku mungkin lebih membingungkan dari tingkah laku Einsten yang kurang kerjaan dalam menemukan teori relativitasnya.
“Aku ingin kamu bertanya pada Tuhan. 'Kenapa Tuhan mencinptakan perbedaan?’. Tolong tanyakan pada Tuhan. Kenapa Dia menciptakan kamu? Kenapa Dia menghadirkan kamu di dalam hidupku? Kenapa Dia menghadirkan rasa sayang dihatimu untukku? Kenapa Dia sudah memberi tahu akhir cerita disaat kamu bahkan baru membuka lembaran pertama? Kenapa harus aku yang saat ini ada di hadapanmu?”
Kamu menatapku. Matamu yang agak sipit itu mulai berkaca-kaca. Tidak, sayang, bahkan pipiku sudah dibasahi air mata. Bibirku sudah bergetar. Namun memang tidak mengalahkan getaran yang terjadi pada hatiku, dan mungkin hatimu.
“Seandainya aku mengerti kenapa ada Pohon Natal. Seandainya aku mengenali Santa. Seandainya aku bisa masuk ke Gereja. Aku akan melakukan semuanya sendiri. Aku tidak akan meminta bantuanmu. Tapi aku tidak bisa. Jadi, masuklah ke Gereja. Masuklah ke gedung megah dan besar ini. Masuklah, bersimpuhlah. Tanyakan pada Tuhan-mu, karena aku tidak mendapatkan jawaban dari Tuhan-ku…”
Selamat menikmati setiap perbedaan. Meskipun aku tidak pernah tahu apa maksud sebenarnya Tuhan menciptakan perbedaan, tapi yang aku tahu, Tuhan tidak mungkin menciptakan sesuatu tanpa tujuan. Pada dasarnya, perbedaan selalu datang beriringan dengan saling menghargai. Tuhan tidak menciptakan perbedaan tanpa menghargai, dan Tuhan juga tidak menciptakan menghargai tanpa perbedaan :)
-Indah SJ-

Pernah ngerasain hal yang sama kayak cerita di atas? Suka, affair, sayang, bahkan jatuh cinta sama seseorang yang (sayangnya) beda agama sama kita? At that position, what you've done? Or what will you do?

Just to know something about ME

Hai! Sorry for this awkward moment coz i have to introduce my self first. I'm not that good to make an introducing, but i try before i post every particular things about my opinion, my though, and my experiences.

Nama gue Indah Sundari Jayanti, gue biasa dipanggil Indah (sekarang lebih populer "Isun"). Sekarang gue lagi nerusin S2 di Fakultas Psikologi Unpad. Kenapa psikologi? Pertanyaan gue juga akhir-akhir ini sih. akhir-akhir ini gue sering nanya sama diri sendiri "Ngapain sih gue masuk psikologi?" atau "KEPO banget sih gue sama kepribadian orang!". Kenapa hal itu jadi pertanyaan buat gue? Karena ternyata belajar psikologi tuh ga segampang yang orang lain pikir, yang buku-bukunya bisa lo beli di Gramedia dan lo pelajarin sendiri. Psikologi tuh rumit. That's why gue mempertanyakan tentang kenapa gue sampe segininya nyusahin diri gue sendiri. Well, biarpun susah, satu yang gue yakinin... Untuk bisa jadi orang hebat dan berkualitas, ya jalannya ga kayak dari kamar ke WC rumah lo yang cuma beberapa langkah doang (kecuali rumah lo gede banget ya). Jadi, di psikologi Unpad ini lah diri gue ditempa dan diasah supaya bisa menjadi Psikolog Profesional nantinya (aamiin!).
Kalo kata temen-temen S2 gue yang lagi sama-sama belajar, gue ini punya energi yang gede. Artinya, gue bisa ngelakuin banyak kegiatan dalam waktu berdekatan atau bersamaan ataupun gue bisa ngelakuin suatu hal dalam waktu yang lama. Mungkin hal itu kali ya yang bikin gue dari jaman SMP dulu suka banget ikut kegiatan ini itu segala macem. Gue pernah jadi anggota paduan suara, ketua kelompok angklung, koordinator bulu tangkis, wakil ketua OSIS, ketua angkatan ekskul seni, bendahara umum ekskul seni, pengurus kelompok modern dance, manager kelompok dance, penulis, penari, model, dan MAHASISWA. Apa yang sebelumnya gue tulis bukan untuk sombong, tapi pengen jelasin aja kalo apa yang temen-temen gue bilang tentang energi gue tuh emang bener. Sampe akhirnya gue mikir "Gue mau jadi apa sih sebenernya?". Dua tahun yang lalu, gue mulai bingung tentang apa yang sebenernya gue suka dan gue mau. Ya... dari SD gue emang udah pengen jadi Psikolog. Gara-garanya adalah gue nonton salah satu ajang pencarian bakat yang namanya Akademi Fantasi Indosiar (kalo lo tau, berarti lo sama freaknya sama gue). Di ajang itu kan ada peran Psikolognya, nah dari situ gue mikir kayaknya enak deh jadi Psikolog. Keren aja gitu, bisa jadi tempat curhat orang-orang. Terbukti, keinginan gue itu gue jalanin sampe sekarang. Hal lain yang jadi ketertarikan gue adalah nulis, nari. dan modeling. Dosen dan Bokap gue pernah bilang, kalo gue harus ngasih apa yang udah gue pelajarin selama psikologi ke orang-orang, terutama tentang kehidupan dan permasalahan yang biasanya terjadi di sekitar gue. Salah satu cara yang menurut mereka bisa gue lakuin adalah dengan nulis. Itulah kenapa gue bikin blog, yang awalnya sih sebenernya karena ga mau keliatan ketinggalan jaman aja. Akhirnya, gue lupa password blog lama (tumblr) gue, dan gue harus bikin blog ini sebagai blog baru. Gue juga cinta banget sama dunia tari dan modeling. Dulunya gue adalah penari dan sampai sekarang masih aktif di dunia tari. Kecintaan gue sama tari bikin gue pengen bikin sekolah tari suatu saat nanti. Selain itu, sekarang bisa dibilang juga gue berprofesi sebagai model (ya belum sekelas Kimmy Jayanti atau bahkan Tyra Banks lah) dan gue pengen bisa bikin sekolah model juga. Jadi nanti akan ada sekolah tari dan modeling dalam satu naungan nama gue (aamiin lagi!). Psikologi? Ya itu bakal jadi profesi utama gue yang ga mungkin gue tinggalin lah. Gue udah berjalan cukup jauh dengan psikologi. Dari psikologi juga gue banyak belajar dan memperbaiki diri. Dari psikologi gue punya perasaan bahagia setiap kali bisa ngasih atau ngebagi sesuatu yang gue punya ke orang lain. Buat gue, ngasih sesuatu ke orang lain sama aja kayak ngasih nyawa hidup buat dia. Dan ngeliat kebahagiaan orang lain karena campur tangan gue, sama juga kayak ngasih kehidupan buat gue. Ada yang pernah bilang sama gue "Kalo lo punya sesuatu yang lebih, udah jadi kewajiban lo buat ngebagi itu ke orang lain".
So... welcome to my deepest mind! Selamat menyelami isi pikiran gue dan terbawa dengan jejak alurnya. Selamat mensyukuri, mengumpat, mengindahkan, meneladani, dan menyelamatkan kehidupan kalian. Enjoooy...

*ini BUKAN aliran sesat*

 

deepest mind Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang